SENGKETA TANAH VILLA MARI HILL: DUGAAN PELANGGARAN HUKUM DAN KODE ETIK HAKIM DI PENGADILAN NEGERI KABANJAHE DAN PENGADILAN TINGGI MEDAN

PT

 


Yaspetia

Sekolah

YASPETIA

Prowan

GNi


 


 


 


 

SENGKETA TANAH VILLA MARI HILL: DUGAAN PELANGGARAN HUKUM DAN KODE ETIK HAKIM DI PENGADILAN NEGERI KABANJAHE DAN PENGADILAN TINGGI MEDAN

Admin Media
Jumat, Maret 07, 2025




Kabanjahe, 7 Maret 2025 – Sengketa tanah seluas 15.000 m² milik Datmalem Ginting dan 5.000 m² milik John Kuasa Barus di kawasan Danau Lau Kawar, Kabupaten Karo, menuai kontroversi setelah putusan pengadilan yang dinilai tidak berdasar hukum.  


Kuasa hukum Datmalem Ginting dan John Kuasa Barus, Jemis Bangun, S.H. dan Gabriel Purba, S.H., mengungkapkan bahwa tanah tersebut telah dikuasai dan diusahakan oleh kliennya selama lebih dari dua dekade berdasarkan dokumen kepemilikan yang sah. Namun, pada tahun 2023, seorang penggugat berinisial MS mengklaim tanah tersebut sebagai milik orang tuanya yang telah meninggal dunia.

  

Gugatan MS terhadap Datmalem Ginting terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe dengan nomor perkara 122/Pdt.G/2023/PN Kbj, sedangkan gugatan terhadap John Kuasa Barus terdaftar dengan nomor 123/Pdt.G/2023/PN Kbj. Meskipun bukti yang diajukan oleh MS dianggap tidak autentik dan memiliki banyak kejanggalan, Majelis Hakim PN Kabanjahe tetap mengabulkan gugatan MS, yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Medan dengan nomor 12/PDT/2025/PT MDN dan 13/PDT/2025/PT MDN.  


Dugaan Pelanggaran Hukum dan Kode Etik Hakim



Pendapat ahli  M. Yahya Harahap menjelaskan mengenai pengertian Obcur Libel yang berarti surat gugatan penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduitdelijk) ataupun disebut juga dengan formulasi gugatan yang tidak jelas. Padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil, dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duitdelijk).


Menurut Jemis Bangun, S.H. dan Gabriel Ramahta Purba, S.H., putusan pengadilan mengabaikan bukti kuat yang diajukan kliennya, termasuk Akta Jual Beli yang sah yang dibuat di hadapan Camat Simpang Empat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada tahun 1996. Sebaliknya, hakim lebih mempertimbangkan bukti dari MS yang tidak memiliki kekuatan hukum yang jelas, seperti:  


- Surat Perjanjian Jual Beli Tanah Ladang tahun 1973 yang hanya diketahui oleh Kepala Kampung.  
- Surat Pernyataan sepihak yang tidak memiliki keabsahan hukum.  
- Surat Kuasa Penyerahan Hak Pakai Tanah yang tidak mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun penerbitan serta tidak diketahui oleh Kepala Desa setempat.  


Selain itu, batas tanah yang diklaim oleh MS dinilai tidak jelas dan berbeda-beda dalam dokumen yang diajukannya. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/SIP/1979, gugatan yang tidak memiliki batas tanah yang jelas seharusnya  tidak dapat diterima.  



Tim Advokat / Pengacara dari Kantor Hukum Jems Bangun & Partners itu, juga menyoroti dugaan pelanggaran administratif dalam persidangan. Tambahan Memori Banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Medan pada 10 Desember 2024 tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah berkas tersebut telah dilimpahkan atau sengaja diabaikan.  



Langkah Hukum Selanjutnya


Menyikapi dugaan ketidakadilan ini, tim kuasa hukum telah mengajukan pengaduan resmi kepada:  

- Ketua Mahkamah Agung RI  
- Ketua Komisi Yudisial RI  
- Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI  
- Dirjen Badan Peradilan Umum  
- Ketua Komisi III DPR RI  


Mereka juga telah mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung melalui Akta Permohonan Kasasi Elektronik dengan nomor **122/Pdt.G/2023/PN Kbj** untuk Datmalem Ginting dan **123/Pdt.G/2023/PN Kbj** untuk John Kuasa Barus pada 24 Februari 2025.  



Jemis A.G. Bangun, S.H, berharap Mahkamah Agung dapat memberikan pengawasan dan perlindungan hukum agar perkara ini diperiksa secara adil berdasarkan fakta persidangan dan hukum yang berlaku.  



"Kami ingin hukum ditegakkan dengan benar, tanpa ada intervensi yang mencederai keadilan. Kami berharap Mahkamah Agung dapat menilai perkara ini secara objektif dan mengembalikan hak klien kami sesuai hukum yang berlaku," tegas Jemis Bangun, S.H.  



Sengketa tanah ini menjadi perhatian luas karena menyangkut keadilan bagi pemilik sah yang telah bertahun-tahun menguasai dan mengusahakan tanahnya. Masyarakat kini menanti bagaimana Mahkamah Agung RI akan menyikapi kasus ini demi menegakkan supremasi hukum di Indonesia.  

(Tim )