Langkat, 5 Desember 2024 – Kedatukan Besitang mencatat tonggak sejarah baru dalam perlindungan lahan adat dengan menyelesaikan pemetaan seluruh wilayah adat yang berbatasan dengan Hutan Simpanan dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Sebanyak 11 titik dan teritorialnya telah dipetakan secara komprehensif, memberikan kejelasan atas batas-batas lahan adat milik Kedatukan Besitang yang selama ini menjadi sumber kehidupan dan identitas budaya masyarakat adat setempat.
Pemetaan ini tidak hanya mencakup batas wilayah tetapi juga menjadi langkah strategis untuk memastikan pengelolaan berkelanjutan atas lahan adat tersebut. Untuk memaksimalkan pengawasan, tim lapangan telah dibagi dalam simpul-simpul strategis guna memastikan seluruh titik teritorial mendapat perhatian yang sama. Hal ini sejalan dengan visi besar Kedatukan Besitang dalam menjaga kearifan lokal sekaligus berkontribusi pada pelestarian lingkungan yang harmonis dengan kawasan konservasi TNGL.
Landasan Hukum yang Kuat: PERDA dan Rekomendasi Dirjen PKH
Proses pemetaan dan pengakuan hak atas lahan adat ini didukung oleh Peraturan Daerah (PERDA) Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Langkat Nomor 2 Tahun 2019, Noreg GUBSU 2/50/2017, serta Lembaran Daerah Nomor 44. Sebelum PERDA ini diterbitkan, Lembaga Masyarakat Hukum Adat Besitang (LEMHATABES) menerima rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pengendalian dan Kebijakan Hutan (Dirjen PKH), yang meminta agar PERDA segera diurus sebagai instrumen hukum untuk melindungi hak masyarakat adat.
Ketua LEMHATABES menjelaskan bahwa perjuangan menuju pengesahan PERDA ini telah melalui proses panjang yang melibatkan inventarisasi data, konsolidasi, hingga koordinasi lintas institusi. “Proses ini menjadi bukti bahwa masyarakat adat Besitang telah berjuang keras untuk memastikan hak-hak mereka diakui secara legal. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung proses ini,” ungkapnya.
Kemendagri Mendorong Perlindungan Hak Adat
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut memberikan perhatian besar terhadap perlindungan masyarakat adat. Dalam Rapat Koordinasi dan Konsolidasi Inventarisasi Data/Informasi Tanah Ulayat yang digelar di Bandung pada 3 Desember 2024, Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Amran, menegaskan pentingnya pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah (PERDA) guna melindungi hak ulayat masyarakat adat.
"PERDA adalah instrumen hukum yang tidak hanya mengakui tetapi juga melindungi hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka. Ini penting untuk memastikan pengelolaan tanah adat berjalan selaras dengan pembangunan berkelanjutan," tegas Amran.
Arah Masa Depan: Tambahan Poin Penting dalam PERDA
Kedatukan Besitang berharap, di masa mendatang, PERDA ini dapat terus disempurnakan dengan menambahkan poin-poin penting terkait perlindungan hak ulayat, pelestarian budaya, dan pengelolaan lingkungan. Hal ini mencakup perlindungan hukum atas wilayah adat yang berbatasan dengan kawasan konservasi, serta penguatan kapasitas masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Ketua Kedatukan Besitang menambahkan, “Pemetaan ini adalah awal dari langkah besar untuk melindungi hak masyarakat adat kami. Kami berharap pemerintah daerah dan pusat terus mendukung kami melalui kebijakan yang berpihak kepada masyarakat adat dan lingkungan.”
Sinergi Antara Adat, Hukum, dan Konservasi
Dengan tuntasnya pemetaan lahan adat ini, Kedatukan Besitang telah menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak ulayat masyarakat adat tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan. Keberhasilan ini juga menjadi model bagi daerah lain dalam membangun sinergi antara pengelolaan lahan adat dan konservasi lingkungan.
Melalui pemetaan, legalitas, dan kolaborasi lintas institusi, Kedatukan Besitang optimis hak-hak masyarakat adat akan tetap terlindungi untuk generasi mendatang. Mereka juga mengundang pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat umum untuk bekerja bersama dalam menjaga keseimbangan antara tradisi dan ekosistem.(Gajah)